Senin, 17 Desember 2012

" MAKALAH ASKEP PADA PENYAKIT STROKE HEMORAGIK "

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di negara-negara berkembang (Saidi, 2010). WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (WHO, 2006).
Berdasarkan data WHO (2010-b), setiap tahunnya terdapat 15 juta orang di seluruh dunia menderita stroke. Diantaranya ditemukan jumlah kematian sebanyak 5 juta orang dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan yang permanen. Penyakit stroke telah menjadi masalah kesehatan yang menjadi penyebab utama kecacatan pada usia dewasa dan merupakan salah satu penyebab terbanyak di dunia (Xu, et al., 2010).
Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang banyak ditemukan tidak hanya pada negara-negara maju tapi juga pada negara-negara berkembang. Menurut Janssen, et al., (2010), stroke merupakan penyebab utama kecacatan di negara-negara barat. Di Belanda, stroke menduduki peringkat ketiga sebagai penyebab DALY’s (Disability Adjusted Life Years = kehilangan bertahun-tahun usia produktif).
Berdasarkan data NCHS (National Center of Health Statistics), stroke menduduki urutan ketiga penyebab kematian di Amerika setelah penyakit jantung dan kanker (Heart Disease and Stroke Statistics—2010 Update: A Report from American Heart Association). Dari data National Heart, Lung, and Blood Institute tahun 2008, sekitar 795.000 orang di Amerika Serikat mengalami stroke setiap tahunnya. Dengan 610.000 orang mendapat serangan stroke untuk pertama kalinya dan 185.000 orang dengan serangan stroke berulang (Heart Disease and Stroke Statistics_2010 Update: A Report From the American Heart Association). Setiap 3 menit didapati seseorang yang meninggal akibat stroke di Amerika Serikat. Stroke menduduki peringkat utama penyebab kecacatan di Inggris (WHO, 2010-a).
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Dua pertiga penderita stroke terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Terdapat sekitar 13 juta korban stroke baru setiap tahun, di mana sekitar 4,4 juta di antaranya meninggal dalam 12 bulan (WHO, 2006). Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke, bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, juga merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia. Stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian utama semua usia di Indonesia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
Menurut Davenport dan Dennis (2000), secara garis besar stroke dapat dibagi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Di negara barat, dari seluruh penderita stroke yang terdata, 80% merupakan jenis stroke iskemik sementara sisanya merupakan jenis stroke hemoragik.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Dari studi rumah sakit yang dilakukan di Medan pada tahun 2001, yang tidak sempat dipublikasi, ternyata pada 12 rumah sakit di Medan pada tahun 2001, dirawat 1263 kasus stroke terdiri dari 821 stroke iskemik dan 442 stroke hemoragik, di mana meninggal 201 orang (15,91%) terdiri dari 98 (11,93%) stroke iskemik dan 103 (23,30%) stroke hemoragik (Nasution, 2007).
Adapun faktor risiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable risk factors) seperti usia, ras, gender, genetik, dan riwayat Transient Ischemic Attack atau stroke sebelumnya. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk factors) berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas, penggunaan oral kontrasepsi, alkohol, hiperkolesterolemia (PERDOSSI, 2004).  Identifikasi faktor risiko stroke sangat penting untuk mengendalikan kejadian stroke di suatu negara. Oleh karena itu, berdasarkan identifikasi faktor risiko tersebut maka dapat dilakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit stroke, terutama untuk menurunkan angka kejadian stroke

B.       RUMUSAN MASALAH
       Adapun perumusan masalah yang dapat penulis simpulkan, yakni:
1.    Apa yang dimaksud dengan Stroke?
2.    Sistem organ apa yang terkait dengan penyakit Stroke?
3.    Bagaimana perjalanan penyakit Stroke?
4.    Apa pemeriksaan penunjang yang dapat ditegakkan dalam mendiagnosa penyakit   
   Stroke?
5.    Apa komplikasi yang terjadi dari Stroke?
6.    Apa diagnosa dan intervensi keperawatan yang dapat diberikan kepada penderita
  Stroke?

C.  TUJUAN PENULISAN
1.      Tujuan Umum
Penulis mengetahui gambaran umum tentang penyakit Stroke dan penatalaksanaannya.
2.      Tujuan Khusus
a.       Mengetahui pengertian Stroke;
b.      Mengetahui sistem organ yang terkait Stroke;
c.       Mengetahui Pemeriksaan diagnostik pada Stroke;
d.      Mengetahui diagnosa serta intervensi yang dibutuhkan klien dengan Stroke;

D.  METEDOLOGI PENULISAN
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengggunakan metode study literatur serta pengumpulan informasi dari berbagai media pengetahuan. Selain  itu, dengan menggunakan analisis kasus yang diberikan oleh tutor.

E.   SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penyusunan karya tulis ini penyusun menggunakan sistematika sebagi berikut:
BAB  I   PENDAHULUAN : Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan dan manfaat.
BAB II  TINJAUAN TEORITIS: Berisi tentang definisi stroke, anatomi fisiologi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi dan pathwyas, pemeriksaan diagnostik, komplikasi, dan penatalaksanaan stroke.
BAB III PEMECAHAN KASUS: Latar belakang kasus, brainstroming kasus, pertanyaan kasus, jawaban kasus, dan analisa kasus.
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN: Berisi simpulan dan saran penulis.
DAFTAR PUSTAKA : Berisi tentang sumber-sumber yang dijadikan referensi dalam penyusunan makalah ini.
.


BAB II
LANDASAN TEORI

A.  DEFINISI
WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (WHO, 2006).
CVA atau stroke merupakan salah satu manifestasi neurologi yang umum yang timbul secara mendadak sebagai akibat adanya gangguan suplai darah ke otak (Depkes, 1995).
Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral dan merupakan satu gangguan neurologik pokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologik pada pembuluh darah serebral misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar, misalnya arterosklerosis arteritis trauma aneurisma dan kelainan perkembangan (Price, 1995).
Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di negara-negara berkembang (Saidi, 2010).  
Gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan aleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (beberapa detik) atau secara cepat (beberapa jam) timbul gejala dan tanda  yang sesuai dengan daerah fokal diotak yang terganggu (Djunaedi W, 1992).

B.  ANATOMI FISIOLOGI

       Sistem  saraf adalah  sistem  yang mengatur dan mengendalikan semua   kegiatan  aktivitas   tubuh kita  seperti  berjalan,  menggerakkan  tangan, mengunyah makanan dan lainnya. Sistem  Saraf  tersusun dari jutaan serabut sel saraf (neuron) yang berkumpul membentuk suatu berkas (faskulum). Neuron adalah komponen utama dalam sistem saraf.
Sistem    saraf    sebagai    sistem koordinasi  mempunyai 3 (tiga) fungsi utama  yaitu:
1.    Pengatur  /  pengendali   kerja  organ tubuh,
2.    Pusat pengendali  tanggapan,
3.    Alat komunikasi dengan dunia luar.
Sistem persarafan dibagi menjadi dua bagian : sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf perifer. SSP terdiri dari otak di dalam tengkorak dan medula spinalis yang menjalar didalam kolimna vertebra dan memanjang ke otak. Pusat komunikasi di dalam SSP dan berbagai saluran saraf memungkinakannya respon sadar atau tidak sadar terhadap stimulus sensoris. Sistem saraf perifer di bentuk dan network saraf dan organ-organ pengindra  yang mendapat informasi dari seluruh tubuh dan meneruskan ke otak.

SEL SISTEM SARAF
1.      Neuron
Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang didalamnya terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari badan sel keluar dua macam serabut saraf, yaitu dendrit  dan  akson (neurit). Dendrit berfungsi menangkap dan mengirimkan impuls ke badan sel saraf, sedangkan akson berfungsi mengirimkan  impuls dari badan sel  ke jaringan  lain. Akson biasanya  sangat panjang.  Sebaliknya, dendrit pendek.
Neuron bersifat heterogen, baik secara morfologis maupun fungsional, yang terdiri atas sel kecil bulat yang menempati lapisan sel granula di serebelum hingga piramid besar Betz pada korteks motorik primer. Berbagai perubahan morfologik dapat ditemukan di neuron, dengan salah satu yang tersering adalah nekrosis koagulasi, suatu perubahan yang paling sering terjadi berkaitan dengan cedera hipoksik-iskemik. Seperti pada nekrosis koagulasi di tempat lain, nekrosis neuron ditandai dengan hilangnya ribonukleoprotein sitoplasma dan denaturasi protein sitoskeleton,sehingga terjadi eosinofilia sitoplasma yang mencolok (neuron merah) pada sendian yang diwarnai dengan hemotoksilin dan eosin (H&E). Nekrosis koagulasi juga disertai oleh perubahan nukleus yang identik dengan yang ditemukan pada organ lain, yaitu kondensasi bahan inti (piknosis) dan hilangnya perwarnaan neukleus (kariolisis). Bentuk kematian sel terpenting yang di bahas pada yakni, apoptosis, juga terjadi pada sejumlah situasi pada SSP, termasuk perkembangan normal, beberapa bentuk cedera hipoksik-iskemik, dan gangguan toksik tertentu. Apoptosis juga mungkin berperan dalam proses berkurangnya sel pada penuaan dan pada penyakit neurodegeneratif tertentu. Kromtolisis, suatu reaksi pada cedera akson, ditandai dengan dispersi substansi Nissl dan membengkaknya sel badan neuron juga terjdi pada penyakit-penyakit neurodegeneratif, seperti neurofibrially tangels pada penyakit Alzheimer dan pembentukan badan lewy pada parkinsonisme. Akhirnya sejumlah agen infeksius dapat menyebabkan terbentuknya badan inklusi ini dan perubahan struktural lainnya akan di bahas secara lebih rinci dibagian selanjutnya pada bab ini dalam konteks penyakit tempat badan inklusi tersebut terbentuk.
2.      Astroit
Astroit adalah sel penunjang utama di otak dan memperlihatkan beberapa perubahan reaktif yang tersering ditemukan, pada kasus cedera parenkim otak, atroit merespon dengan membentuk jaringan padat prosecus, yang sedikit banyak analog dengan jaringan parut fibrosa di bagian tubuh lain. Namun dengan beberapa fibroblas, astoit tidak menghasilkan kolagen. Oleh karena itu,”jaringan parut” glia terutama teridiri atas prosesus sitoplasma, dengan sedikit atau tanpa protein ekstrasel. Sitoplasma mungkin membengkak sebagi respons terhadp cedera, sering disertai oleh peningkatan sintesis protein fibrilar glia yang bersifat asam (glia fibrillaacudic protein GFA) yaitu protein sitoskeleton utama bagi astroit sitoplasma disekitar neukleus ini yang disebut astroit gemistositik (yunani=gemistos=”penuh”) tampak eonisofilik dan mudah terlihat pada sediaan rutin. Serat Rosenthal adalah stuktur astroit lainnya. Pada sediaan yang diwarnai H&E, serat ini tampak sebagai struktur yang eosinofilik terang dengan kualitas hampir reflaktil. Serat resonthal berasal dari filamen GFAP yang mengalami perubahan dan ditemukan pada sejumlah neoplasma tumbuh-lambat serta pada beberapa penyakit nonneoplasma,seperti lesi kistik kronis dan malformasi vaskular. Bebrapa gangguan metabolik tertentu, terutama gagal hati, menghasilkan asroit nukleus besar pucat yang disebut glia Alzheimer tipe II. Akhirnya, bahan kaya- glikoprotein yang disbut korpora amilasea sering menumpouk diproseus astoit sering dengan penuaan. Pada sediaan yang diwarnai oleh H&E, korpora amilasea tampak sebagi badan basofilik bulat yang berlapis-lapis konsentrik diregioyang kaya foot proceseses astoit (misal, regio subependima, subpial, dan privaskuler), serta di dalam kulomna dorsalis medula spinalis.
3.      Oligodendrosit
Prosesus sitoplasma ologondendrogilia membungkus akson neuron untuk membentuk meilin dengan cara serupa dengan sel Schwann di sistem saraf perifer. Pada sediaan rutin, ologondendrogilia dikenal berdasarkan nukleusnya yang bulat kecil yang mirip limposit dan tersusun dalam rangkain linier. Cedera pada sel ologondendrogilia dan atau processusnya merupakan gambaran pada penyakit demielinisasi didapat (misal, sklerosis multipel) dan juga ditemukan pada leukodistropi (dibahas kemudian). Nukleus ologondendrogilia mungkin berisi badan inklusi pada penyakit tertentu, seperti, leukoensefalopati multifokus progresif dan beberapa gangguan neurodegeneratif.
4.      Sel ependimal
Sel ependimal melapisi ventrikel serebrum dan berkaitan erat dengan sel kuboid dengan sel kuboid yang terdapat di pleksus koroideus. Gangguan pada sel ependimal sering berkaitan dengan ploriferasi lokal astroit subependimal yang menyebabkan terjadinya ireguleritas kecil yang disebut granulasi ependimal dipermukaan ventrikel. Bebrapa agen infeksius, terutama sitomegalovirus (CMV) dapat menyebabkan cedera ependimal yang luas disertai terbentuknya badan inklusi intranukleus di sel ependimal.
5.      Mikroglia
Meskipun bernama demikian, sekarang secara umum diterima bahwa mikroglia berasal dari monosit darah dan bukan dari neural tube. Semakin banyak fungsi sel ini sekarang telah dikietahui. Seperti pedanannya di luar SSP, mikroglia tampaknya berfunmgsi sebagai sel penyaji antigen pada obanyak kondisi peradangan. Hampir semua bentuk cedera SSP berkaitan dengan keberadaan sel mikroglia aktif, sel-sel ini kemudian bertindak sebagai mikroglia aktif, sel-sel ini kemudin bertindak sebagai makrofag aktif. Pada beukrosis jaringan dan penyakit demielinisasi makrofag aktif ini akan menimbun banyak lemak intrasel sehingga berbentuk dengan sel sitoplasma berbusa yang disebut sebagai gitter cells. Pada penyakit ini pada penyakit lain, nukleus mikroglia mungkin menjadi panjang sehingga terbentuk sel batang, mikroglia juga dapat beragregasi dalam kumpulan yang padat sebagai gangguan (misal, infeksi virus) untuk membentuk nodul mikroglia dan mungkin dapat menelan neuron yang cedera vdalam suatu proses yang dikenal sebagai neuronofagia.
C.  ETIOLOGI
Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di dalam otak pecah. Otak sangat sensitif terhadap perdarahan, dan kerusakan dapat terjadi dengan sangat cepat. Pendarahan di dalam otak dapat mengganggu jaringan otak, sehinga menyebabkan pembengkakan, mengumpul menjadi sebuah massa yang disebut hematoma. Pendarahan juga meningkatkan tekanan pada otak dan menekan tulang tengkorak.
Stroke hemoragik dikelompokkan menurut lokasi pembuluh darah :
1.    Intracerebral hemoragik, pendarahan terjadi di dalam otak.
2.    Subarachnoid hemoragik, pendarahan di daerah antara otak dan jaringan tipis yang menutupi otak.
Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi, yang menekankan dinding arteri sampai pecah. Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah :
1.            Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya dapat pecah.
2.            Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan arteriovenosa.
3.            Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti payudara, kulit, dan tiroid.
4.            Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar.
5.            Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
6.            Overdosis narkoba, seperti kokain. 
  
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke Iskemik. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1.             Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
2.             Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
3.             Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.

D.  PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS
Patofis dari struk haemoragik adalah hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari. Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999).

E.   MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Kinis pada stroke meliputi:
1.         Hemiparesis dan hemiplagia
Hemiparesis (kelemahan) dari hemiplagia (paralisis) dari satu sisi tubuh dapat terjadi setelah stroke. Defisit ini biasanya disebabkan oleh stroke pada arteri serebral anterior atau arteri serebral medial, yang menyebabkan infark pada korteks frontal. Hemipegia lengkap melibatkan setengah dari wajah dan lidah serta lengan dan kaki dari sisi lateral tubuh. Infark di sisi kanan otak menyebabkan hemiplegia sisi kiri dan sebaliknya, karena serabut saraf menyeberang di saluran piramida ketika rangsangan saraf berjalan dari otak ke korda spinalis. Stroke menyebabkan hemiparesis atau hemiplegia yang biasanya mempengaruhi area kortikal lain selain area motorik. Akibatnya, hemiparesis dan hemiplegia sering disertai dengan manifestasi lain dari stroke, termasuk kehilangan hemisensory, hemianopia, apraxia, agnosia, dan aphasia. Otot-otot dada dan perut biasanya tidak terpengaruh karena mereka diinervasi dari kedua belahan otak.
Ketika otot kelebihan kontrol volunternya kekuatan otot fleksi tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan kontraktur serius. Sebagai contoh, lengan terkena klien hemiplegic yang cenderung untuk rotasi internal dan adduksi karena otot adduktor lebih kuat dari otot abductor. Siku, pergelangan tangan, dan jari juga cenderung fleksi. Kaki cenderung dipengaruhi oleh rotasi eksternal pada sendi panggul, fleksi di lutut dan plantar fleksi, dan supine di kaki.
2.         Afasia
Afasia adalah defisit kemampuan berkomunikasi. Afasia mungkin melibatkan salah satu atau semua aspek komunikasi, termasuk berbicara, membaca, menulis, dan pemahaman bahasa lisan. Pusat pengaturan bahasa terletak di belahan otak kiri dan diperdarahi oleh arteri serebri medial kiri.
a.         Afasia Wernicke atau afasia sensorik merupakan gangguan pemahaman komunikasi dimana kemampuan komunikasi hanya lancar mengeluarkan isi pikiran, berbicara dengan memakai kalimat yang panjang namun yang dibicarakan tidak mempunyai arti. Tetapi pada pasien afasia Wernicke tidak mengerti pembicaraan orang lain. Akibatnya pada pasien tersebut terlihat tidak nyambung kalau diajak bicara karena otak tidak mampu menginterpretasikan pembicaraan orang lain walaupun pendengarannya baik. Afasia Wernicke berhubungan dengan kerusakan pada Area Wernicke dan diakibatkan infark pada lobus temporal otak. Pada tingkat sangat berat, perintah satu kata, seperti “duduk!” atau “makan!”, juga tidak dipahaminya. Pasien tersebut hanya mengerti bila dilakukan dengan gerakan, karena pengertian ini diterima otak melalui penglihatan.
b.       Afasia Broca atau afasia motorik merupakan ketidakmampuan berbicara. Namun, penderita afasia Broca mengerti bila diperintah dan menjawab dengan gerakan tubuh sesuai perintah itu. Afasia Broca berhubungan dengan kerusakan di area Broca. Area Broca adalah bagian dari otak manusia yang terletak di gyrus frontalis superior pada lobus korteks otak besar. Area Broca letaknya berdampingan dengan area Wernicke. Karena kerusakan terjadi berdampingan dengan pusat otak untuk pergerakan otot-otot tubuh, penderita juga lumpuh di otot-otot tubuh sebelah kanan.
3.         Disfagia
Menelan merupakan proses yang kompleks yang membutuhkan beberapa fungsi saraf kranial. Mulut membuka (CN V: N. Irigeminus), menutup bibir (CN VII: N. Pachialis), dan lidah yang bergerak (CN XII: N. Hipoglosus).Mulut merasakan rasa dan banyaknya bolus makanan yang masuk (CN V dan VII) dan mengirim pesan ke pusat menelan (CN V dan IX). Selama menelan, lidah mengerakkan bolus makanan ke arah orofaring tersebut. Faring diangkat dan glotis menutup. Kontraksi otot-otot faring mengangkut makanan dari faring ke esofagus. Peristaltik menggerakkan makanan ke perut. Sebuah stroke di wilayah sistem vertebrobasilar menyebabkan disfagia.
4.         Dysarthria
Dysarthria adalah artikulasi tidak sempurna yang menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Penting untuk membedakan antara dysarthria dan aphasia. Dengan dysarthria klien mengerti bahasa tetapi memiliki kesulitan mengucapkan kata-kata. Tidak ada gangguan jelas dalam tata bahasa atau dalam konstruksi kalimat. Seorang klien dysarthric dapat memahami komunikasi verbal dan dapat membaca dan menulis (kecuali tangan dominan adalah lumpuh, tidak ada, atau terluka).
Dysarthria disebabkan oleh distidakfungsi nervus cranial dari penyumbatan pembuluh darah di arteri vetebrobasilar atau percabangannya. Hal ini akan menyebabkan kelemahan atau paralisis dari otot-otot bibir, lidah dan laring atau kehilangan sensasi. Tambahan, klien dengan dysarthria akan mengalami kesulitan dalam mengunyah dan menelan karena kehilangan control otak.
5.         Apraxia
Apraxia adalah suatu kondisi yang mempengaruhi integrasi motorik secara kompleks. Oleh karena itu apraxia dapat menyebabkan stroke di beberapa area otak. Klien apraxia tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari, seperti memakai baju. Klien dengan apraxia mampu mengkonseptualisasikan isi dari pesan yang akan disampaikan ke otot tetapi impuls tersebut tidak dapat direkonstruksikan oleh otot.
6.          Perubahan Visual
Penglihatan adalah proses komplek yang dikontrol oleh beberapa area di otak. Penyumbatan di lobus parietal dan temporal dapat memotong serat saraf visual di traktus optikus dalam perjalanan ke korteks oksipital dan memnyebabkan gangguan ketajaman penglihatan. Persepsi tentang penglihatan mungkin terganggu.  Gangguan penglihatan dapat mempengaruhi terhadap ketidakmampuan klien untuk mempelajari keterampilan motorik. Infark dapat menyebabkan fungsi dari CN III, IV, dan VI lumpuh dan diplopia.
7.         Sindrom Horner’s
Sindrom Horner’s adalah paralisis saraf simpatis mata yang dapat menyebabkan tenggelamnya bola mata, kontriksi pupil dan penurunan produksi air mata.
8.         Agnosia
Agnosia adalah ketidakmampuan untuk mempersepsikan sensasi yang ada. Biasanya lebih banyak terjadi tipe visual dan auditori. Agnosia mungkin dapat disebabkan dari oklusi di arteri serebral medial dan posterior yang mensuplai aliran darah ke lobus temporal atau oksipital. Klien dengan visual agnosia dapat melihat objek tetapi tidak dapat mempersepsikan objek tersebut. Disorientasi dapat terjadi karena ketidakmampuan untuk mengenal lingkungan, suatu yang familiar atau simbol-simbol tertentu. Visual agnosia dapat menigkatkan resiko injuri karena tidak dapat mengenal tanda-tanda atau symbol-simbol bahaya. Klien dengan agnosia auditori tidak dapat mengartikan suara yang klien dengar karena penurunan fungsi pendengaran atau kesadaran.
9.         Defisit Sensorik 
Beberapa jenis perubahan sensori dapat diakibatkan oleh stroke dalam perubahan sensorik dapat hasil dari stroke di area sensori dari lobus parietalis yang disuplai oleh arteri serebral anterior atau medial. Defisit tersebut pada sisi kontralateral tubuh dan sering disertai dengan hemiplegia atau hemiparesis. Sensasi rasa sakit yang dangkal, sentuhan, tekanan, dan temperatur yang mempengaruhi variasi tingkatan. Paresthesia digambarkan sebagai persisten, rasa sakit terbakar berupa mati rasa, kesemutan, atau menusuk-nusuk, atau kepekaan yang meningkat. Resiko jatuh sangat tinggi cenderung pada posisi kaki yang salah saat berjalan.
10.     Perubahan Perilaku 
Berbagai bagian dari otak membantu kontrol perilaku dan emosi. Korteks serebral interpretasikan stimulus yang masuk. Daerah temporal dan limbik memodulasi tanggapan emosional terhadap stimulus. Hipotalamus dan kelenjar pituitary berkerja sama dengan dengan korteks motorik dan area bahasa. Otak dapat dilihat sebagai modulator emosi, dan ketika otak tidak berfungsi sepenuhnya, reaksi emosional dan tanggapan kekurangan modulasi ini. 
Orang dengan stroke di otak kiri, atau dominan, hemisfer  sering lambat, dan tidak terorganisir. Orang dengan stroke di otak kanan, atau tidak dominan, hemisfer  sering impulsif, melebih-lebihkan kemampuan, dan memiliki rentang perhatian menurun, yang meningkatkan risiko cedera. Infark pada lobus frontal dari stroke di arteri serebral anterior atau medial dapat menyebabkan gangguan pada memori, penilaian, berpikir abstrak, wawasan, hambatan, dan emosi. Klien mungkin menunjukkan pengaruh yang datar, kurangnya spontanitas, dan pelupa.
11.     Inkontinensia 
Stroke dapat menyebabkan disfungsi usus dan kandung kemih. Salah satu jenis neurologis kandung kemih, kadang-kadang terjadi setelah stroke. Saraf mengirim pesan untuk pengisian kandung kemih ke otak, tapi otak tidak menafsirkan pesan tersebut dan tidak mengirimkan pesan untuk tidak buang air kecil ke kandung kemih. Hal ini menyebabkan frekuensi, urgensi, dan inkontinensia. Penyebab lain dari inkontinensia mungkin penyimpangan memori, kurang perhatian, faktor emosional, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, gangguan mobilitas fisik, dan infeksi. Durasi dan keparahan disfungsi tergantung pada tingkat dan lokasi infark tersebut.
Gejala-gejala yang tampak dengan TIA sangat tergantung pada pembuluh darah yang terkena:
1.         Jika arteri karotis dan serebral yang terkena
a.         Kebutaan pada satu matanya
b.        Hemiplegi
c.         Hemianestesia
d.        Gangguan bicara
e.         Kekacauan mental
2.         Jika yang terkena arteri vertebrobasiler
a.         Pening
b.        Diplopia
c.         Semutan
d.        Kelainan penglihatan pada salah satu atau kedua bidang pandang
e.         Disatria


3.         Jika dilihat dari bagian hemisfer yang terkena
ü  Stroke hemisfer kiri
a.         Hemiparesis atau hemiplegia sisi kanan
b.        Prilaku lambat dan sangat hati-hati
c.         Kelainan bidang pandang kanan
d.        Ekspresif, reseptif atau dispagia global
e.         Mudah frustasi
ü  Stroke hemisfer kanan
a.         Hemifaresis atau hemiplegia sisi kanan
b.        Defisit spasial-perseptual
c.         Penilaian buruk
d.        Memperlihatkan ketidaksadaran defisit pada bagian yang sakit oleh karenanya mempunyai kerentanan untuk jatuh atau cidera lainnya
e.         Kelainan bidang visual kiri
(Hudak & Gallo, 1996)

F.   PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Pemeriksaan laboratorium
a.    Peningkatan Hb & Ht terkait dengan stroke berat
b.    Peningkatan WBC indikasi adanya infeksi endokarditis bakterialis.
c.    Analisa CSF (merah) à perdarahan sub arachnoid
d.   Pungsi Lumbal
Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
2.      Pemeriksaan Radiologi
a.    CT Scan: Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark
b.    Angiografi serebral: Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri
c.    MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik ( masalah sistem arteri karotis ( aliran darah / muncul plak ) arteriosklerotik ).
d.   EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
e.    Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
f.     Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas; klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral ; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
(Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)

G.  KOMPLIKASI
Selama menjalani perawatan di RS, pasien stroke dapat mengalami komplikasi akibat penyakitnya. Komplikasi yang umum terjadi adalah bengkak otak (edema) yang terjadi pada 24 jam sampai 48 jam pertama setelah stroke. Berbagai komplikasi lain yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:
1.      Kejang. Kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke perdarahan. Kejadian kejang umumnya memperberat defisit neurologik.
2.      Nyeri kepala: walaupun hebat, umumnya tidak menetap. Penatalaksanaan membutuhkan analgetik dan kadang antiemetik
3.      Hiccup: penyebabnya adalah kontraksi otot-otot diafragma. Sering terjadi pada stroke batang otak, bila menetap cari penyebab lain seperti uremia dan iritasi diafragma. Selain itu harus diwaspadai adanya:
a.       Transformasi hemoragik dari infark
b.      Hidrosefalus obstruktif
4.      Peninggian tekanan darah. Sering terjadi pada awal kejadian dan turun beberapa hari kemudian.
5.      Demam dan infeksi. Demam berhubungan dengan prognosa yang tidak baik. Bila ada infeksi umumnya adalah infeksi paru dan traktus urinarius.
6.      Emboli pulmonal. Sering bersifat letal namun dapat tanpa gejala. Selain itu, pasien menderita juga trombosis vena dalam (DVT).
7.      Abnormalitas jantung. Disfungsi jantung dapat menjadi penyebab, timbul bersama atau akibat stroke. Sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita komplikasi gangguan ritme jantung.
8.      Gangguan fungsi menelan, aspirasi dan pneumonia. Dengan fluoroskopi ditemukan 64% penderita stroke menderita gangguan fungsi menelan. Penyebab terjadi pneumonia kemungkinan tumpang tindih dengan keadaan lain seperti imobilitas, hipersekresi dll.
9.      Kelainan metabolik dan nutrisi. Keadaan undernutrisi yang berlarut-larut terutama terjadi pada pasien umur lanjut. Keadaan malnutrisi dapat menjadi penyebab menurunnya fungsi neurologis, disfungsi kardiak dan gastrointestinal dan abnormalitas metabolisme tulang.
10.  Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia. Akibat pemasangan kateter dauer, atau gangguan fungsi kandung kencing atau sfingter uretra eksternum akibat stroke.
11.  Perdarahan gastrointestinal. Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke. Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke ini.
12.  Dehidrasi. Penyebabnya dapat gangguan menelan, imobilitas, gangguan komunikasi dll.
13.  Hiponatremi. Mungkin karena kehilangan garam yang berlebihan.
14.  Hiperglikemia. Pada 50% penderita tidak berhubungan dengan adanya diabetes melitus sebelumnya. Umumnya berhubungan dengan prognosa yang tidak baik.
15.  Hipoglikemia. Dapat karena kurangnya intake makanan dan obat-obatan.

H.  PENATALAKSANAAN
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:
  1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
  2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan ogsigen sesuai kebutuhan
  3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
  4. Bed rest
  5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
  6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
  7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
  8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik
  9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan TIK
  10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
  11. Penatalaksanaan spesifik berupa:
a.         Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat hemoragik
b.         Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi

I.     Diagnosa keperawaatan
1.      Gangguan perfusi jaringan otak b/d adanya sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan otak, vasospasme serebral, edema otak ditandai dengan penurunan kesadaran, perubahan dalam respon motorik/sensori.
2.      Gangguan mobilitas fisik b/d adanya kelemahan, kelumpuhan dan menurunnya persepsi / kognitif ditandai dengan paralisis anggota badan bagian kanan, ketidakmampuan bergerak.
3.      Gangguan komunikasi verbal b/d menurunnya/terhambatnya sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kelemahan otot wajah ditandai dengan bicara pelo dan tidak dapat berkomunikasi.
4.      Gangguan nutrisi b/d adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu makan yang menurun ditandai dengan kesulitan menelan.
5.      Ganguan pertukaran gas berhubungan dengan tidak adekuatnya oksigenasi pada pusat ditandai dengan penurunan kesadaran, sesak nafas, dan rR 26 x/mnt .
6.      Ketidakmampuan perawatan diri b/d adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi / kontrol otot, menurunnya persepsi kognitif.
7.      Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan ditandai dengan keluarga mengeluh cemas.

J.         Intervensi keperawatan
1.    Dx1          :
Gangguan perfusi jaringan otak b/d adanya sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan otak, vasospasme serebral, edema otak ditandai dengan penurunan kesadaran, perubahan dalam respon motorik/sensori.
Tujuan     :Memperbaiki tingakt kesadaran, dan respon motorik/sensori.
Intervensi :
·         Tentukan faktor penyebab penurunan perpusi serebral
·         Pantau status neurologisnya
·         Pantau TTV, catat adanya hipertensi/hipotensi, frekuensi jantung, pola dan irama nafas.
·         Kaji fungsi bicara
·         Letakan kepala pada posisi agak tinggi
·         Pertahankan tirah baring, ciptakan suasana tenang, batasi pengunjungan,
·         Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi
·         Pantau periksaan laboratorium sesuai indikasi
·         Persiapkan untuk pembedahan bila diperlukan.
2.    Dx2          :
Gangguan mobilitas fisik b/d adanya kelemahan, kelumpuhan dan menurunnya persepsi / kognitif ditandai dengan paralisis anggota badan bagian kanan, ketidakmampuan bergerak.
Tujuan      : Mempertahankan/menigkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh
Intervensi :
·         Kaji kemampuan pasien
·         Ubah posisi minimal setiap 2 jam sekali
·         Mulailah lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas
·         Sokong ekstremitas dalam posisi fungsional dengan menggunakan papan kaki
·         Gunakan penyangga lengan sesuai indikasi
·         Evaluasi penggunaan alat bantu
·         Lakukan gerakan ROM
·         Bantu pasien untuk mengatur keseimbangan duduk
·         Konsultasi dengan fisioterapi
·         Kolaborasi dalam pemberian obat relaksan otot, antispasmodik, sesuai indikasi.
3.    Dx3          :
Gangguan komunikasi verbal b/d menurunnya/terhambatnya sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kelemahan otot wajah ditandai dengan bicara pelo dan tidak dapat berkomunikasi.
Tujuan             : Pasien dapat kembali berkomunikasi
Intervensi :
·         Kaji tipe disfungsi wicara
·         Perhatikan kesalahan dalam berkomunikasi dan berikan umpan balik
·         Tunjukan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut
·         Berikan metode komunikasi alternatif, berikan petunjuk visual
·         Bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat. Berikan pasien jarak waktu untuk berespons.
·         Anjurkan pengunjung/orang terdekat mempertahankan usahanya untuk berkomunikasi dengan pasien.
·         Diskusikan mengenai hal-hal yang dikenal pasien
·         Konsultasi dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.
4.    Dx4          :
Gangguan nutrisi b/d adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu makan yang menurun ditandai dengan kesulitan menelan.
Tujuan             : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Intervensi :
·         Tinjau ulang kemampuan menelan pasien secara mandiri
·         Tingkatkan upaya untuk dapat melakukan proses menelan yang efektif
·         Pertahankan masukan dan haluaran dengan adekuat, catat jumlah kalori yang masuk.
·         Kolaborasi dalam pemberian cairan melalui IV dan makanan melalui selang.
5.    Dx5          :
Ganguan pertukaran gas berhubungan dengan tidak adekuatnya oksigenasi pada pusat pernapasan ditandai dengan penurunan kesadaran, sesak nafas, dan RR 26 x/mnt .
Tujuan             : Oksigenasi yang adekuat
Intervensi :
·         Kaji TTV klien tiap waktu
·         Atur posisi tidur klien semi fowler
·         Longgarkan pakaian dan lepaskan aksesoris yang dikenakan klien
·         Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
·         Kolaborasi dengan Tim Medis dalam pemberian obat

6.    Dx6          :
Ketidakmampuan perawatan diri b/d adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi / kontrol otot, menurunnya persepsi kognitif.
Tujuan      : Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri secara mandiri
Intervensi :
·         Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari
·         Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
·         Sadari aktivitas implusif karena gangguan dalam mengambil keputusan
·         Berikan pasien waktu yang cukup untuk mengerjakan tugasnya.
·         Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya
·         Konsultasi dengan ahli fisioterapi/ahli terapi okupasi.
7.    Dx7          :
Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan ditandai dengan keluarga mengeluh cemas.
Tujuan      : Keluarga tidak cemas
Intervensi :
·         Kaji tanda tanda kecemasan
·         Berikan motivasi yang tepat kepada klien dan keluarga
·         Berikan pendidikan kesehatan tentang penyakit kepada keluarga
·         Beritahu tentang prosedur pengobatan pada keluarga
·         Beritahu keluarga tentang resiko komplikasi yang mungkin terjadi
·         Berikan pendamping rohanian untuk klien



BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A.      STUDY KASUS

Tn. A umur 60 th, datang ke IGD RSUD 45 Kuningan diantar oleh anggota keluarganya dengan keluhan kelemahan kaki kanan dan tangan kanan tidak bisa digerakan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. Hasil pemeriksaan fisik kesadaran letargi, kelemahan anggota gerak sebelah kanan, afasia,TD: 140/90 mmhg,S:36,7 C,nadi: 112x/m, RR: 26 x/m. Terapi yang diberikan : O2 2 liter/menit,NaCl 15 tts/menit, dan dipasang NGT, serta dilakukan pemeriksaan EKG dan pemeriksaan darah dan urin. Kemudian dokter  juga merencanakan tindakan CT Scan dan MRI.

Hasil wawancara lebih jauh, anaknya mengatakan bahwa Tn. A sempat pingsan tak sadarkan diri karena terpeleset dan terjatuh di halaman rumah nya ketika mau mengangkat sangkar burung perkutut yang selalu dijemur dan menjadi hobi tn. A untuk mengis hari – hari nya. Keluarga merasa khawatir dengan keadaan Tn. A .
B.       PERTANYAAN UNTUK ANALISA
1.      Setelah membaca dan menjawab beberapa pertanyaan yang muncul dari kasus diatas, coba diskusikan sistem organ apa yang terkait masalah diatas? Jelaskan dengan menggunakan peta konsep struktur anatomi organ yang terkait serta mekanisme fisiologis sistem organ itu bekerja!
2.      Coba saudara buat clinical pathway dari masalah keperawatan utama pada kasus diatas!
3.      Menurut saudara apa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus diatas!
4.      Tindakan – tindakan dan intervensi keperawatan apa yang seharusnya dilakukan seorang perawat untuk mengatasi masalah keperawatan utama pasien dan keluarga pasien diatas!

C.       JAWABAN PERTANYAAN
1.      Jawaban ada pada halaman 4
2.      Jawaban ada pada lampiran halaman iii
3.      Jawaban ada pada halaman 16
4.      Jawaban ada pada halaman 17

D.      ANALISA SINTESA
Bedasarkan kasus diatas kami dapat menyimpulkan bahwa klien menderita stroke haemoragik, dengan melihat manifes yang ada yakni klien pingsan setelah terjatuh, lalu terjadi penurunan kesadaran menjadi letargi. kelemahan kaki kanan dan tangan kanan tidak bisa digerakan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi


BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

A.      SIMPULAN
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Dari studi rumah sakit yang dilakukan di Medan pada tahun 2001, yang tidak sempat dipublikasi, ternyata pada 12 rumah sakit di Medan pada tahun 2001, dirawat 1263 kasus stroke terdiri dari 821 stroke iskemik dan 442 stroke hemoragik, di mana meninggal 201 orang (15,91%) terdiri dari 98 (11,93%) stroke iskemik dan 103 (23,30%) stroke hemoragik (Nasution, 2007).
Adapun faktor risiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable risk factors) seperti usia, ras, gender, genetik, dan riwayat Transient Ischemic Attack atau stroke sebelumnya. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk factors) berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas, penggunaan oral kontrasepsi, alkohol, hiperkolesterolemia (PERDOSSI, 2004).  Identifikasi faktor risiko stroke sangat penting untuk mengendalikan kejadian stroke di suatu negara. Oleh karena itu, berdasarkan identifikasi faktor risiko tersebut maka dapat dilakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit stroke, terutama untuk menurunkan angka kejadian stroke

B.       SARAN
Penderita stroke jika sudah mengalami kerusakan persarafan atau kelumpuhan biasanya bersifat permanen. Maka dari itu, perlu adanya pendampingan ekstra baik kepada klien maupun kepada keluarga karena pada tahap awal tentunya klien akan merasakan depresi yang amat mendalam. Selain itu, perlu diberitahukan kepada keluarga untuk tidak merendahkan klien karena dapat timbul tekanan yang lebih dalam lagi kepada klien sehingga akan menimbulkan distress kepada klien sehingga mempengaruhi proses penyembuhan klien. Oleh karena itu, perlu danya peran perawat yang lebih peka terhadap perasaan klien dan keluarganya.
                                                                                               

57 komentar:

  1. gan maaf kalau boleh catatannya izin aku simpen di blogkun kalau agan izinkan, dengan link kesini, sebagai sumber, terimakasih

    BalasHapus
  2. silahkan gan dengan senang hati gan,,semoga bisa bermanfaat amin ya rabbal alamin, :)

    BalasHapus
  3. Terima kasih untuk informasinya, sungguh sangat bermanfaat sekali,
    info untuk Obat Stroke, Obat Penyakit Stroke, Obat Stroke, Obat Alternatif penyakit Stroke

    BalasHapus
  4. wah ini dia gan obat asam urat yang alami dan juga aman untuk atasi asam urat, kolesterol, nyeri sendi, pegal linu dan nyeri sendi
    Obat Herbal Asam Urat masuk sini gan

    BalasHapus
  5. Information is very useful and can add insight, happy to be on your page, thanks to the information you shared. This is very useful. Good luck always!!
    Cara Menyembuhkan Kurap Di Kulit Kepala Secara Alami
    Cara Mengatasi Kurap Di Kulit Kepala Dengan Obat Herbal
    Cara Mengobati Mata Silinder Sembuh Total Tanpa operasi

    BalasHapus
  6. The information you share is very useful for us, Many lessons and lessons we can take from this article. And we want to ask permission to keep a link around health, which may be useful for you as well.

    Cara Menghancurkan Batu Empedu Tanpa Operasi
    Cara Mengembalikan Keperawanan Wanita

    BalasHapus
  7. The information you share is very useful for us, Many lessons and lessons we can take from this article. And we want to ask permission to keep a link around health, which may be useful for you as well.
    Cara Alami Mengatasi Penyakit Tiroiditis
    Cara Alami Mengatasi Penyakit Tinnitus
    Cara Alami Mengatasi Penyakit Trigliserida

    BalasHapus
  8. Thanks for the information presented on your website
    Very in waiting for other information

    manfaat temulawak untuk hepatitis
    daun salam untuk sakit pinggang
    obat gendang telinga sakit

    BalasHapus
  9. thanks, your website is the best website I visited

    https://obatasamuratagaricpro.com/obat-gagal-ginjal-tanpa-cuci-darah/

    BalasHapus
  10. Thanks really very useful information, hopefully the next post better okay

    http://obatasamuratagaricpro.com/obat-stroke-paling-fenomenal/
    http://obatasamuratagaricpro.com/obat-gagal-ginjal-tanpa-cuci-darah/
    http://obatasamuratagaricpro.com/obat-hepatitis-akut/
    http://obatasamuratagaricpro.com/obat-kanker-prostat-yang-ampuh/
    http://obatasamuratagaricpro.com/obat-jantung-koroner-ampuh/

    BalasHapus
  11. The article you created is very easy to understand, Thank you good article

    http://rizkyherbal.com/obat-kanker-prostat-tanpa-operasi/
    http://rizkyherbal.com/pengobatan-hernia-tanpa-operasi/
    http://rizkyherbal.com/pengobatan-jantung-koroner-tanpa-operasi/
    http://rizkyherbal.com/obat-tbc-herbal-di-apotik/
    http://rizkyherbal.com/obat-kanker-usus-besar-stadium-4-alami/

    BalasHapus
  12. thanks for informations
    https://tokoherbalnesv.blogspot.com/

    BalasHapus

  13. continue to continue to make this article, and I am waiting for the next update
    Camilan Sehat Dan Lezat Untuk Penderita Diabetes

    BalasHapus
  14. information on how to deal with pneumothorax with herbs
    Obat Herbal Penyakit Pneumothorax

    BalasHapus
  15. everything will work as it should, keep up the spirit

    BalasHapus
  16. It's great to be able to share information with you
    Obat Tradisional Batu Ginjal

    BalasHapus
  17. Thank you for our good cooperation, hopefully it can be even better.
    Bahaya Kista Ginjal

    BalasHapus
  18. I really like the articles you make. always success

    Oplosan Essen Galatama Ikan Mas

    BalasHapus
  19. The article you created is very helpful. thanks

    Essen Ikan Nila Terbaik

    BalasHapus
  20. Thank you for the information you convey. Let's see our website.

    Resep Umpan Ikan Patin Babon

    BalasHapus
  21. Bait is the key to the successful entanglement of fish in the hook when fishing.

    Umpan Pelet Serbuk Ikan Nila

    BalasHapus